Ketika Terbuang


Assalamualaikum Wr. Wb.

    Pertama-tama mau bilang terima kasih karena sudah meng-klik cerita atau kisah yang sebenarnya mungkin gak ada faedahnya. Kalau mau pergi silahkan, untuk tetap tinggal juga silahkan. Pada dasarnya aku juga sudah sering merasakan itu. Di datangi ketika diperlukan. Kemudian dibuang ketika sudah tak dibutuhkan. Kamu tahu kan bagaimana rasanya?

    "Hai!" Dia datang dengan sejuta senyuman, juga sejuta rayuan, tentu dengan sejuta permintaan juga yang tidak nampak. "Hello" Kita pun juga membalasnya dengan sejuta senyuman. Tentu, sejuta senyuman. Kalau sejuta kerinduan kan gak enak. Sangat.

    Datang dengan membawa rayuan. Rayuan yang mampu membujuk dan mau melakukan hal bodoh demi 'seseorang'. Dan bodohnya kita mau melakukannya. Dasar bucin.

    Rasanya selama ia meminta tolong itu terasa sangat indah. Hari-hari rasanya membuat senyum terus merekah. Senyum sendiri seperti orang gila. Iya, gila karena cinta. Cinta yang membuat hal bodoh menjadi tidak bodoh. Tak mungkin kan aku kalau mengtakan hal pintar. Karena memang kurang enak saja.

Hal bodoh,
Hal pintar,
Mana yang lebih enak?
Setuju kan dengan yang di atas?

    Berjuang demi seseorang. Bermimpi karena seseorang. Ber-planning ke depan dengannya akan bagaimana jadinya. Iya, kan terbuai. Jadi yang di pikiran masih tentang dia. Bucin tingkat akut ya begini.

    Terusun sudah planning ke depan nanti akan bagaimana. Senang rasanya kalau sudah begini. Mimpi yang semua kuidamkan sejak dulu akan terwujud. Perjuang semua ini akan berakhir. Tinggal menuai hasilnya saja. Pasti manis seperti kata-katanya.

  Meski minum teh tanpa gula tapi dengan membayangkan kata-katanya saja sepertinya akan membuatnya terasa manis. Jadi teringat kata Gombloh pada lagunya yang berjudul Lepen (Lelucon Pendek).ada salah satu bait disitu yang tertulis "Tai kucing, ooo eh cokelat". Seakan akan beliau sedang mencicipi ehh tidak, sepertinya menginjak karena lirik sebelumnya ada kata melekat . Beliau menginjak tai kucing, setelah dilihat ternyata oo eeh cokelat.



    Setelah sekian lama bersama. Senyum yang selalu terbuka lebar kini runtuh seketika. Dia datang dengan membawa senyum juga seperti awal pertama datang. Hanya saja ini denfan maksud berbeda. Pertama untuk menetap, selanjutnya untuk pergi. Pergi dengan membawa mimpi yang baru. Dia pergi mungkin karena mimpi yang lama telah ia dapat atau sudah menyerah untuk mendapatkannya.

    Seketika itu juga segala planning yang sudah tersusun rapi bersama dengan mimpi karena kehadirannya ikut runtuh begitu saja. Seperti salah satu balok dari permainan uno stacko diambil dan yang lain tidak kuat menyanggah. Begitu lah jadinya diriku saat itu. Ambyar... Atiku ambyar.



Sumber : Pinterst

    Dia pergi. Aku juga pergi. Tidak mengikutinya. Ia menuju mimpi selanjutnya. Aku pulang. Entah kemana saja, yang jelas aku memulai kembali dari awal. Mimpi saat bersamanya hilang. Mimpi yang lama telah hilang karena kedatangannya. Ohhh tidak... Ingin ku marah, pada siapa saja yang ada bahwa hatiku... Kecewa.. *nyanyi dulu gaes.

    Kenapa tidak melanjutkan mimpi tadi? Mimpi saat bersamanya maksud saya. Tidak semudah itu. Sesuatu yang mudah dilakukan berdua mau dilakukan seorang diri? Memang bukan tidak mungkin untuk dilakukan, tapi.. Hmmm bagaimana ya mengatakannya. Aku membutuhkan dia, bukan seseorang untuk membantu ku. Mengerti kah?

    Sebelum dia memutuskan untuk pergi, juga kemudian di ikuti kepergianku. Sudah ku coba untuk tetap membujuknya, tapi apa daya. Ternyata bujuk rayuku hanya pepesan kosong baginya. Toh, aku juga bukan siapa-siapa baginya. Hanya aku saja yang menjadikannya lebih.
Pada akhirnya, aku yang berjuang. Aku juga yang terbuang

    Sekian celotehan kali ini. Bila terbelit-belit, ya maaf. Kalau banyak tulisan yang gak masuk akal atau cerita yang aneh, ya pada dasarnya saya aneh. Muehhehe... 

Thanks for visit..
Wassalamuakum Wr. Wb.

Comments